Sabtu, 23 Juli 2016

PENGERTIAN RESENSI, RINGKASAN DAN ARTIKEL




A.      RESENSI
Resensi berasal dari bahasa Belanda resentie dan bahasa Latin recensio, recensere atau juga revidere yang artinya mengulas kembali. Resensi adalah suatu penilaian terhadap sebuah karya. Karya yang dinilai dapat berupa buku dan karya seni film dan drama. Menulis resensi terdiri dari kelebihan, kekurangan dan informasi yang diperoleh dari buku dan disampaikan kepada masyarakat.
Pengertian Resensi adalah sebagai karangan yang berisi ulasan terhadap karya, baik berupa buku, film, atau album. Resensi biasa didefinisikan untuk memperdalam dari pengertian resensi, Definisi Rensensi menurut para ahli adalah suatu karangan yang berisi penilaian terhadap buku atau karya seni. Resensi ditulis untuk memperkenalkan buku atau karya seni itu kepada masyarakat pembaca dan membantu mereka dalam memahami atau bahkan memilihnya. Unsur-Unsur resensi terdiri atas identitas buku, ikhtisar buku, Kepengarangan, Keunggulan dan Kelemahan. Untuk mengetahui penjelasan dari unsur-unsur resensi mari kita lihat pembahsannya seperti dibawah ini.
1.      Identitas Buku
Identitas buku meliputi judul, nama pengarang, nama penerbit dan alamatnyam nomor edisi, dan ketebalannya. Identitas buku dapat juga meliputi ukuran buku, warna dan ilustrasi jilid. Akan tetapi, dalam kepentingannya dengan penulisan resensi hal itu jarang sekali dimunculkan 
2.      Ikhtisar Buku
Ikhtisar buku disusun berdasarkan pokok-pokok isi buku. Akan tetapi, karena buku yang akan anda resensi itu berua novel maka cara menentukan pokok-pokok tidak sama dengan buku nonfiksi. pokok-pokok isi novel dapat ditentukan berdasarkan keadaan ataupun peristiwa-peristiwa penting. 
3.      Kepengarangan
Sosok pengarang sering diceritakan dalam resensi novel. Hal itu terutama berkaitan dengan latar belakang, keahlian, sikap-sikap, dan karya-karyanya. Bagian-bagian tersebut diceritakan secara ringkas dan umumnya tidak melebihi satu paragraf. Sosok pengarang umumnya dicantumkan di halaman pertama atau dibagian belakang novel itu. Dari sanalah anda dapat berbicara tentang unsur kepengarangan. Untuk pengarang yang sudah terkenal, anda dapat membacanya dari sumber-sumber lain. Dari internet pun anda bisa memperoleh informasi lebih lengkap lagi
4.      Keunggulan dan Kelemahan
Keunggulan dan kelemahan dalam resensi dapat berkaitan dengan unsur-unsur novel. Terhadap unsur-unsur itu, anda memberikan penilaian, baik itu berdasarkan kesedarhanaan, kejelasan kekhasan, pengusaan masalah, dan aspek-aspek lainnya yang ditentukan sendiri.
Manfaat Resensi adalah sebagai berikut :
1.      Bahan pertimbangan
Memberikan gambaran kepada para pembaca tentang suatu karya dan mempengaruhi mereka atas karya tersebut.
2.      Nilai ekonomis
Mendapatkan uang atau imbalan serta buku-buku yang diresensikan secara gratis dari penerbit buku apabila resensinya dimuat di koran atau majalah.
3.      Sarana promosi buku
Buku yang diresensikan adalah buku baru yang belum pernah diresensi. Dengan demikian, resensi merupakan media untuk mempromosikan buku baru tersebut.
4.      Pengembangan Kreativitas
Semakin sering menulis, maka semakin terasah kebiasaan menulis untuk setiap individu. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan kreativitas menulis.
B.       Ringkasan
Ringkasan berasal dari kata ringkas yang berarti menjelaskan, menuliskan, memaparkan, ataupun menyimpulkan sesuatu dengan singkat namun sesuai dengan topik yang di bahas. Bentuk ringkas dari karangan yang masih memperlihatkan sosok dasr dari aslinya. Inti tidak meninggalkan urutan dasar yang melandasinya. Dengan kata lain memangkas hal-hal yang lebih kecil yang meliputi gagasan utama bacaan, kerangka dasar masih tampak jelas.
Ringkasan adalah penyajian karangan atau peristiwa yang panjang dalam bentuk yang singkat dan efektif. Ringkasan adalah sari karangan tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan sebuah buku, bab, ataupun artikel. Fungsi sebuah ringkasan adalah memahami atau mengetahui sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan, kita mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar menuju gagasan penunjang, melalui ringkasan kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis. Ringkasan berbeda dengan rangkuman. Kalau rangkuman merupakan gabungan dari poin-poin dalam ringkasan menjadi suatu cerita/teks atau sejenisnya.

Ciri-ciri ringkasan:
1.      Inti tidak meninggalkan urutan dasar karangan.
2.      Kerangka dasr masih tampak jelas
3.      Memangkas gagasan utama menjadi lebih ringkas
4.      Tujuannya untuk  memangkas gagasan.
C.      Artikel
Pengertian artikel menurut KBBI (2006), artikel ialah sebuah karya tulis secara lengkap, contohnya esai di majalah atau laporan berita, surat kabar, dls.
Kemudian menurut Sumandiria (2004), artikel merupakan sebuah tulisan lepas yang berisikan opini atau pendapat seseorang yang mengupas tuntas tentang sebuah masalah yang sifatnya aktual & biasanya kontroversial dengan tujuan untuk mempengaruhi, memberitahu, meyakinkan & menghibur para pembaca dan menurut Al-‘Aqli, artikel merupakan sebuah tulisan yang ditulis oleh masing-masing disiplin ilmu & setiap pembahasan dikaji dan diselesaikan dengan cara tuntas, lugas dan jelas sehingga para pembaca dapat mengambil inti sari dari sebuah karangan yang ditulis.
Jadi artikel adalah karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan (melalui koran, majalah, buletin, dsb) dan bertujuan menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur. Kemudian isi artikel dapat bermacam-macam, seperti sejarah, petualangan argumentasi, hasil penelitian, bimbingan untuk melakukan atau mengajarkan sesuatu, dsb.
Penulis Artikel adalah orang atau individu yang bertindak dalam pengarangan sebuah tulisan, penggabungan beberapa kata menjadi kalimat yang menarik dan enak dibaca sehingga membuat pembaca merasakan dapat mengetahui apa yang sebelumnya tidak mereka ketahui sebelumnya.
Penulis artikel bermacam-macam kriterianya, sebagai berikut :
1.      Penulis Artikel Buku
2.      Penulis Artikel Berita
3.      Penulis Artikel Marketing
4.      Penulis Artikel Online
5.      Penulis Artikel Narasi
6.      Penulis Artikel Naskah

Jenis dan cara penulisan artikel diantaranya adalah :
1.      Deskripsi
Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Contoh deskripsi berisi fakta:
Hampir semua pelosok Mentawai indah. Di empat kecamatan masih terdapat hutan yang masih perawan. Hutan ini menyimpan ratusan jenis flora dan fauna. Hutan Mentawai juga menyimpan anggrek aneka jenis dan fauna yang hanya terdapat di Mentawai. Siamang kerdil, lutung Mentawai dan beruk Simakobu adalah contoh primata yang menarik untuk bahan penelitian dan objek wisata.
Contoh deskripsi berupa fiksi:
Salju tipis melapis rumput, putih berkilau diseling warna jingga; bayang matahari senja yang memantul. Angin awal musim dingin bertiup menggigilkan, mempermainkan daun-daun sisa musim gugur dan menderaikan bulu-bulu burung berwarna kuning kecoklatan yang sedang meloncat-loncat dari satu ranting ke ranting yang lain. Topik yang tepat untuk deskripsi misalnya: Keindahan Bukit Kintamani, Suasa pelaksanaan, Promosi, Kompetensi Siswa SMK Tingkat Nasional, Keadaan ruang praktik, Keadaan daerah yang dilanda bencana.
Langkah menyusun deskripsi: Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan, Tentukan tujuan, Tentukan aspek-aspek yang akan dideskripsikan dengan melakukan pengamatan, Susunlah aspek-aspek tersebut ke dalam urutan yang baik, apakah urutan lokasi, urutan waktu, atau urutan menurut kepentingan, Kembangkan kerangka menjadi deskripsi
2.      Narasi
Secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi.
Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Contoh narasi yang berupa fiksi:
novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
Pola narasi secara sederhana:
awal – tengah – akhir
Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh.
Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca.
Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda.
Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri
Contoh narasi berisi fakta:
Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia memimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di tempat pengasingan karena keberaniannya menentang penjajah.
Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.
Contoh narasi fiksi:
a.       Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang menerpa, membuat tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak. Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket, mencoba memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.
b.      Wangi kayu cadar yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke tanah air. Tapi wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?
c.       Langkah menyusun narasi (fiksi):
d.      Langkah menyusun narasi (fiksi) melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Cerita dirangkai dengan menggunakan “rumus” 5 W + 1 H. Di mana seting/ lokasi ceritanya, siapa pelaku ceritanya, apa yang akan diceritakan, kapan peristiwa-peristiwa berlangsung, mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bagaimana cerita itu dipaparkan.
3.      Eksposisi
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.
Contoh:
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam bidang akuntasi, pekerjan akuntan berupa pengolahan data untuk menghasilkan informasi keuangan, juga perencanaan sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan.
Dalam bidang auditing pekerjaan akuntan berupa pemeriksaan laporan keuangan secara objektif untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan tersebut.
Topik yang tepat untuk eksposisi, antara lain: Manfaat kegiatan ekstrakurikuler Peranan majalah dinding di sekolah Sekolah kejuruan sebagai penghasil tenaga terampil. Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang langkah/ cara/ proses kerja.
Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Contoh paparan proses:
Cara mencangkok tanaman:
a.       Siapkan pisau, tali rafia, tanah yang subur, dan sabut secukupnya.
b.      Pilihlah ranting yang tegak, kekar, dan sehat dengan diameter kira-kira 1,5 sampai 2 cm.
c.       Kulit ranting yang akan dicangkok dikerat dan dikelupas sampai bersih kira-kira sepanjang 10 cm.
Langkah menyusun eksposisi:
a.       Menentukan topik/ tema
b.      Menetapkan tujuan
c.       Mengumpulkan data dari berbagai sumber
d.      Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
e.       Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
4.      Argumentasi
Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti. Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.
Contoh:
Jiwa kepahlawanan harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan karena dengan jiwa kepahlawanan. Pembangunan di negara kita dapat berjalan dengan sukses. Jiwa kepahlawanan akan berkembang menjadi nilai-nilai dan sifat kepribadian yang luhur, berjiwa besar, bertanggung jawab, berdedikasi, loyal, tangguh, dan cinta terhadap sesama. Semua sifat ini sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang.
Tema/ topik yang tepat untuk argumentasi, misalnya: Disiplin kunci sukses berwirausaha Teknologi komunikasi harus segera dikuasai Sekolah Menengah Kejuruan sebagai aset bangsa yang potensial Langkah menyusun argumentasi: Menentukan topik/ tema Menetapkan tujuan Mengumpulkan data dari berbagai sumber Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih Mengembangkan kerangka menjadi karangan argumentasi
5.      Persuasi
Karangan ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.
Topik/ tema yang tepat untuk persuasi, misalnya: Katakan tidak pada NARKOBA Hemat energi demi generasi mendatang Hutan sahabat kita Hidup sehat tanpa rokok Membaca memperluas cakrawala Langkah menyusun persuasi: Menentukan topik/ tema Merumuskan tujuan Mengumpulkan data dari berbagai sumber Menyusun kerangka karangan Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan persuasi





Referensi :

2014. Pengertian Resensi dan Unsur Resensi. [online] Tersedia di : http://www.artikelsiana.com/2014/10/Pengertian-Resensi-Unsur-Resensi.html , diakses pada 12 Juli 2016.
2015. Resensi. [online] Tersedia di : https://id.wikipedia.org/wiki/Resensi , diakses pada 12 Juli 2016.
2015. pengertian Artikel dan Ciri-cirinya Secara Umum. [online] Tersedia di : http://www.seputarpengetahuan.com/2015/06/pengertian-artikel-dan-ciri-cirinya-secara-umum.html , diakses 12 Juli 2016.
2016. Artikel. [online] Tersedia di : http://www.seputarpengetahuan.com/2015/06/pengertian-artikel-dan-ciri-cirinya-secara-umum.html , diakses 12 Juli 2016.
2013. Pengertian Ringkasan, Rangkuman, Ikhtisar, dan Sinopsis. [online] Tersedia di : http://syafruddin41.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-ringkasan-rangkuman-ikhtisar.html , diakses pada 12 Juli 2016.




SEMANTIK


Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.

Makna kata buku adalah konsep buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar di samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.

2. Hakikat Makna

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifiesignified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dariunsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa(intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Yang menandai (intralingual) yang ditandai (ekstralingual)

Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1).

(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.

Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang setelah memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.

(2). ”Rapormu bagus sekali, Nak!”

Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.

3. Jenis Makna

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

a.    Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.

b.    Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karenatidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial
.
c.    Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kataperempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.

d.   Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.




Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lenganadalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

e.    Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, katamelati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

f.     Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucingyang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

g.    Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malamdalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.

4. Relasi Makna

disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. Berikut ini diuraikan beberapa wujud relasi makna.
Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat mutlak.

a.       Antonimi dan Oposisi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.
Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang bersifat kontras saja. Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan; tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.

b.      Homonimi, Homofoni, dan Homografi
Homonimi adalah ‘relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda’. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).

c.       Hiponimi dan Hipernimi
Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.

d.      Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susukepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.

e.       Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.


f.       Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’. Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan sebenarnya tidak perlu.

g.      Meronimi
Meronimi adalah ’relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi merupakan relasi makna bagian dengan keseluruhan’. Contohnya adalah atapbermeronimi dengan rumah.

h.      Makna Asosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah ’rumah peristirahatan di luar kota’. Selain makna denotatif itu, bagi kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif ’gunung’, ’alam’, ’pedesaan’, ’sungai’, bergantung pada pengalaman seseorang.

i.        Makna Afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif yang negatif.

j.        Makna Etimologis
Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan dengan asal-usul kata dan perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah kata. Makna etimologis suatu kata mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata, dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik, dan keadaan ekonomi suatu masyarakat.

Referensi :
http://sheltercloud.blogspot.sg/2012/06/pengertian-semantik-hakikat-dan-jenis.html
Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.